Selasa, 04 Desember 2012

Semilir 2: The Redemption

..Aku memaafkanmu, tapi aku tak lagi menerimamu dalam kehidupanku. Pergilah sejauh mungkin, dan semoga kita tak usah bertemu lagi.. Dalam hening aku memandangi kertas itu. Berulang-ulang ku baca dan ku hela napasku mengiringinya. Aku tak pernah benar-benar mengerti, meskipun aku bisa merumuskan beberapa hal tentang kenapa semua itu terjadi. Aku merasa bahwa jawaban paling tepat kenapa kami semua bertemu adalah karena kami memang harus bertemu. Sang waktu selalu menyibakkan semuanya, yang tersembunyi, yang tertutupi, yang berkedok atau terpoles, maupun yang apa adanya. Sedangkan aku, menemui semua kenyataan itu justru hampir-hampir tidak bisa bersikap apa adanya. Berpikir dan juga merasa apa adanya, itu yang sulit buatku. Terlebih setelah semua kejadian itu tidak hanya nampak kebetulan, namun seperti diatur, direncanakan, dan juga disetir agar bisa kemanapun berubah setiap saat. Hidup adalah perubahan, dan tiada yang tetap kecuali ketidaktetapan itu sendiri. Aku tak bisa bersahaja, sulit rasanya. Karena aku terlanjur menorehkan luka di hatiku sendiri, yang tak bisa diketahui orang lain. Bukan soal luka itu karena apa atau seperti apa, tetapi bahkan kenapa atau untuk apa, seberapa dalam, dan juga bagaimana luka itu, itulah yang rasanya kini justru kubawa lari dalam tiap sunyi karena memang tak dipahami. Ternyata kau memang akan pergi dariku? Kalimat itu mengantarkanku tidak pada kekecewaan, namun sebuah kata tanya “Apa?” yang diucapkan dengan keras dan nada yang tinggi. Lalu kata itu disusul seucap “Ooh..” yang seolah memberi akhir bagi segala pengertian yang kudapatkan. Padahal tidak semestinya begitu, karena aku memang tidak mengerti. Kau pergi, dia pergi, dia-dia yang lain juga telah dan akan pergi. Aku tidak kemana-mana, meskipun aku bertualang dan merantau sejauh-jauhnya. Tak pernah terlalu jauh dari bayangan itu semua. Aku ingat bagaimana awalnya, dan aku paham kenapa akhirnya. Baik yang di diriku sendiri yang berisi segala monster dan badai api itu, ataupun yang di tempat lain di luar sana yang sengaja membangun tembok-tembok tebal untuk menjauhkan pengelihatanku dari dia-dia dan mereka. Apakah benar aku dipisah dan aku memisah? Apakah itu sebuah keputusasaan? Ataukah semua memang dibuat untuk menertawakanku saja? Aku toh tidak melihat sisi lucunya...? Oke, cukup sudah. Pergilah kau jauh. Sejak awal kita memang tidak boleh melampaui garis itu. Aku pikir dengan menjadikanmu sesuatu yang lain, setidaknya aku bisa berlaku sedikit manusiawi terhadap diriku sendiri. Kupikir dengan begitu aku bisa setidaknya memahami diriku sendiri, memperhatikan dan menyayangi diriku sendiri. Namun ternyata garis itu dengan tegas dibuat untuk antara kau dan aku. Ini sudah yang ketiga kalinya, pula. Pertama aku pun beranggapan itu sebenarnya adalah memang candaan, sebagaimana yang kalian ceritakan padaku. Tapi untuk yang kedua kali, sepertinya memang kalian menguji kesabaranku. Apa salahku? Aku tidak ingin merebut semua kebahagiaan itu darimu, darinya, dari kalian semua..! aku justru ingin berbagi, tapi nampaknya itu mustahil dalam kamus sistem kehidupan kalian? Aku tidak ingin memilikimu, memilikinya, atau memiliki satupun atau kesemuanya dari kalian. Aku tidak ingin menjadi sesuatu yang teramat berarti bagi kalian atau bagi siapapun diantaranya. Tapi aku hanya ingin berada diantara langit angan dan asa kalian seperti bintang kecil di gelap malam, atau awan pupus di siang hari. Aku hanya ingin ada, diantara kalian. Aku paham, kita semua akan pergi. Ada masanya kita bertemu dan ada masanya kita berpisah. Jodoh itu mempunyai tenggat waktu. Tapi nampaknya, aku memang harus jujur saat ini. Siapkah kau menerima kejujuranku? Saat tembok itu pertama kali dibangun, aku tidaklah menyaksikan bagaimana kau lahir ke dunia ini. Aku mungkin pernah berharap kau adalah sesuatu yang lain, tapi harapan itu lenyap dengan segera, seperti kepulan asap tembakau dari mulutku. Tapi kali kedua, ketika kau menyanding saudaraku, aku merasa heran, kenapa harus? Aku bisa melupakanmu dalam sekejab andai waktu itu kau tak lebih daripada sekedar kau. Tapi kau telah menjadi kalian, dan aku merasa seperti mendengar semua keluh-kesah maupun tawa-tangis-desah dari seberang tembok penjara yang tebal, darimu! Aku ingin menutup telinga seandainya bisa, ingin membutakan mata jika memang tak ingin kembali menatap mentari di luar sana, tapi aku tak bisa. Akhirnya pun, kini kau dibawa pergi oleh sesuatu yang tidak mau berurusan denganku, takut, enggan, malas, atau bahkan cemburu padaku! Siapa aku baginya? Setelah kau menemani malam-malamku, kita tidak keluar dari ruang maya itu bersama-sama. Setelah kau diikat di kesadaranku, kau direnggut darinya. Tak usah aku turuti semua kesetanan itu. Tak usah aku telanjangi ketertutupanmu dan abadikan apa yang ingin kuabadikan dari dirimu, untuk kubuang jauh-jauh bayang wajahmu, identitasmu, sehingga hanya akan kunikmati semua cinderamata itu sebagai anti dahaga di pinggir jalan. Ingin kuambil dan kurebut apa yang sepantasnya menjadi milikku, yaitu kepemilikanku sendiri. Ingin kutorehkan luka selamat tinggal yang takkan pernah kausadari keberadaannya, lalu kubasuh dengan air penghangat jiwa, seperti yang pernah kulakukan pada seseorang dahulu dalam bayang fantasi, antara maya dan nyata. Maya bagimu, nyata bagiku. Tapi semua itu kusudahi sebelum sempat kuniatkan, belum pula terlangkah untuk terwujud. Tak usah...benar-benar tak usah, tapi bukan demi kebaikanmu. Bukalah penutupmu, tanggalkan semua yang menghias tubuhmu, hanya tubuhmu sahaja, dengan segalanya. Bersihkanlah, usapkanlah tanganmu, lembut seperti lentik jari-jemarimu, usapkanlah merata untuk bersihkan sisa-sisa angin dan energi yang pernah ada karena jalinan perkenalan kita. Dan bayangkanlah, niatkanlah, bahwa tangan yang mengusapmu, menelusuri segala lekuk-lekukmu, menjujuri diri, hati, dan jiwamu itu...adalah tanganku dan hanya tanganku. Aku memberkatimu, menyucikanmu, dengan air suci yang kau reguk dari cangkir sebagaimana cangkir pertama yang aku pernah bagikan untukmu. Guyurkan itu ke wajahmu, ke rambutmu, ke seluruh tubuhmu, dan usap, ratakan dengan sidik jariku yang ada di jemarimu dan hangat telapakku yang ada di tanganmu. Lakukan itu untukku seorang, dan persatuan tubuh astral kita akan berakhir, terputus. Lebih putus daripada buah yang jatuh dari tangkainya, daripada titik air yang jatuh dari badainya, dan daripada semua yang secara semu mengalami keterpisahan padahal sebenarnya masih berakhir. Lepaslah bajumu seperti lepasnya keberadaanmu dari kesadaranku. Temukanlah dirimu lahir kembali dalam kebersahajaan, di ruang-ruangmu sendiri, tanpaku, dengan ketiadaanku. Aku menyucikanmu, tanpa harus mengotorimu. Sehingga kau bukan hanya bereinkarnasi, tapi tercipta kembali dari semula. Aku memaafkanmu, melepaskanmu, dan keberadaanku pun perlahan menghilang darimu.
Selengkapnya

Semilir 1

Ingatkah kau akan janjimu akan memberiku dua puluh pelukan dalam sehari? Kata-kata itu begitu manis terdengar, bahkan ketika kini tinggal terngiang. Namun telinga ini telah bising mendengar kata “sayang” dan “cinta” yang meluncur sebegitu mudahnya dari mulut-mulut mungil itu. Bukan diri telah muak dengan kesemuanya, namun perlu kupertanyakan kembali apakah apa yang berlaku diantara kita semua masih akan tetap seperti dulu, ataukah telah sedemikian mudahnya tergerus oleh sang waktu? Dan kemudian apakah semua yang telah kujalani bersama makhluk-makhluk indah itu tetaplah sesuatu yang sia-sia dihadapanmu, dihadapanku, dan di hadapan kita semua? Tanpa harus menjawab itu pun, sayangnya aku telah berubah haluan. Aku tak lagi mengharapkan semua itu, kendati hati ini masih terkadang menagih sesuatu yang kau tinggalkan tak sempurna dahulu. Aku belum tuntas menyetubuhimu, mempersatui jiwamu, dan aku juga belum ikhlas dengan semua yang terjadi hingga hari ini. Itu semua pula, menilik kepada masa teramat lampau yang dengan belum ikhlasnya masih menggelayut di ekor perjalananku. Debu-debu beterbangan, menambah perih di mata dan mengaburkan pandanganku. Aku hendak terjerembab, terhuyung di tengah angin dan pasir yang beterbangan di badai ini. Tak seekor kuda atau ontapun yang mampu menyelamatkanku kini, membawaku pergi menjauh dari padang gersang puing-puing sejarah ini. Aku terus berjalan mencari dataran ilalang yang dulu kutinggalkan demi kau. Aku terus mengharap dengan menuju arah Bintang Timur, aku akan menemukannya, menemukan kesucianku yang dulu sempat menjadi asal lahirku, citra sesungguhnya diriku, dan kutinggalkan dengan harapan janji manis darimu. Semua bibir yang kukecup, semua tangan yang kurengkuh, dan semua napas yang kubersamai dalam peluh, mungkin hanyalah gelombang kecil. Sebuah riak tak berarti dalam ombak kehidupan. Namun apakah diriku ini berarti, atau seberapa berartikah dirimu bagiku, dan bagi orang-orang itu, siapa yang sesungguhnya tahu? Siapa yang sesungguhnya tahu sehingga kita tak usah berdebat lagi? Pelukan itu, desahan itu, singkirkanlah selamanya dari hatiku. Karena aku kini mengikuti jalan angin, mengikuti sinar rembulan, mengalun bersama ombak dan badai. Untuk menyingkirkan badai terkuat yang pernah kau ciptakan bersamaku dahulu, dalam pelukan itu.
Selengkapnya

Rabu, 16 Mei 2012

Bukan Galau, Tapi Gundah

Ada sesuatu yang jahat menyelup di pengaduanku. Ada sesuatu yang jahat menyelip di relung jiwaku. Jika aku tak berhenti berlari, mungkin besi-besi berdenting lagi. Betapa jahat pun mereka yang rongrong bumi ini, tapi aku bisa menyatui bila terlalu kental melawani, bahkan menjadi meski kubenci, ya, menjadi apa yang dibenci.. Aku mengantuk. Aku lelah memikirkan seberapa jahat telah mereka berlaku. Aku lelah merasakan apa yang tak semestinya kurasakan.. tapi dalam kantuk itu aku bersiaga seumpama kan datang lain pula, dan aku menunggu dalam lelahku. Katakan padaku hai mentari jingga, berpuluh tahun bercinta kasih, apa yang seorang pria kan lakukan pada dirinya sendiri di titik nadir? mencari dan mengumpulkan segarnya embun kah? atau tak berguna semua itu keluh-kesah, dan semua itu peluh-lelah, yang membimbing membayang dalam gundah? Ada terlalu banyak kejahatan dalam diriku.. tapi di kesungguhan hanya puisi yang membuatku tetap hidup, bertahan, dan bertapa, dalam relung terpencar nadi jiwa. Aku tersenyum, masih. Menangis meraung di ruang diantara ruang. Aku tertawa, masih. Teteskan airmata di sela embun di tengah keyakinan bahwa semua tak berarti. Nanyi sunyi dalam hening, hentakkan gelap sibak cahaya hingga silau dan tetap semua tak berarti kecuali kejahatan-kejahatan itu.. Tibalah aku sang penyesal diri, saat sudah semua baik orang lari, gundah gulana di gelap gulita. Relung isak heningku yang tersamar dari rembulan pucat dan tatap mata serigala kelabu, saat Vebus bersinar sangat cerah, saat hati berselaput gundah, datanglah dan tusukkan ke hatiku. Benamkan dalam-dalam, agar itu mampu merenggutku dari menjadi layu. Hanya Engkau, dan hanya itu.. Satu. (Sedayu, 16 Mei 2012)
Selengkapnya

Minggu, 13 Mei 2012

Dinosaurus Tak Punah 65 Juta Tahun Silam

Sebagian besar orang meyakini bahwa dinosaurus telah musnah dari muka bumi sekitar 65 juta tahun yang lalu. Ilmuwan mengatakan bahwa penyebab kepunahan adalah hujan meteor yang menyebabkan perubahan iklim secara drastis di bumi. Sayangnya, sebenarnya keyakinan ini tidak didukung oleh bukti-bukti fisik atau sangat minim adanya. sampai hari ini penyebab kepunahan dinosaurus (jika memang telah punah) masih menjadi perdebatan. sebaliknya, hingga kini para ilmuwan tidak mampu menjelaskan kenapa banyak makhluk yang sudah ada sejak dahulu, bahkan ditemukan fosilnya, tapi masih hidup (tidak ikut punah) sampai sekarang. misalnya saja buaya, ikan hiu purba, serangga purba dan lainnya. Biasanya, pembahasan tentang materi seperti ini akan dianggap sebagai science-fiction, kebohongan, mainan anak-anak, dan tidak ilmiah. Ini terjadi karena sejak awal manusia memiliki dugaan atau keyakinan dasar. Jika dasarnya ia yakin dinosaurus itu tidak ada, maka apapun yang dikatakan orang lain tentang keberadaan dinosaurus akan ditolaknya. Hanya sebagian orang yang mau berpikiran terbuka dan mencoba mendengarkan rasionalisasi sebelum akhirnya mengambil keputusan. Kalau begitu, mari kita coba bahas. Pertama, perlu kita ketahui bahwa kata "dinosauria" (kadal yang mengerikan) pertama kali muncul pada sebuah pertemuan para ilmuwan pada tahun 1841. Diungkapkan oleh seorang paleontolog Inggris Sir Richard Owen untuk mendeskripsikan fosil binatang besar yang baru-baru itu ditemukan sekitar kurun 1800-an. sejak itu, kata dinosaurus menjadi sangat populer. Hal ini perlu kita ingat karena berhubungan dengan penjelasan di naskah ini berikutnya. Tapi yang menarik adalah, selain baru muncul pada 1841, kata dinosaur bahkan belum ada pada kamus Bahasa Inggris hingga tahun 1946. Sampai pada tahun itu, kata yang masih ada dalam kamus untuk mendeskripsikan reptil besar itu adalah "dragon" dengan keterangan "now rare" (sekarang jarang, bukan berarti tak ada). Jadi, untuk melacak jejak dinosaurus ke masa silam, kita menggunakan keyword dalam catatan sejarah berupa kata 'dragon'. Ada banyak sebutan untuk naga di berbagai belahan dunia, berbagai kultur dan bahasa etnik. misalnya: Naga (Indonesia), Long (China), Ryu (Jepang), Bakunawa (Filipina), dll. Untuk pengucapan nama ini lebih jelasnya silakan kunjungi http://www.draconian.com/say/say.htm. Banyaknya penyebutan naga di berbagai tempat menunjukkan bahwa kehadiran makhluk itu disaksikan oleh banyak etnis di banyak tempat. Jadi tidak hanya merupakan mitos dari satu peradaban atau budaya saja. Banyak wujud dari naga itu berkembang dari sekedar catatan sejarah menjadi mitos atau legenda seperti legenda Beowulf atau monster Lochness. CATATAN SEJARAH Dalam buku Historia Animalium dari abad pertengahan, dituliskan bahwa makhluk naga tidaklah punah alias masih dianggap ada di tahun 1500-an, tapi hanya menjadi sangat jarang dan banyak yang kemudian berukuran kecil. Pada tahun 1572, Ulysses Androvandus, seorang ilmuwan, melaporkan bahwa di Italia Utara seorang petani telah membunuh seekor makhluk aneh. Setelah mati, bangkainya diperiksa dan dilaporkan bahwa ciri-cirinya adalah berleher panjang, berekor panjang, dan bertubuh pipih dengan empat kaki. Jika kita cocokkan dengan catatan fosil modern, ciri-ciri itu merujuk pada Tanystropheus.
Dalam legenda epik Gilgamesh dari Babylonia pun dicatat bahwa ketika Gilgamesh hendak mencari kayu Cedar untuk membangun kota, ia pergi ke hutan bersama 40 orang. Di sana mereka bertemu reptil besar pemakan tumbuhan. Singkatnya, binatang itu dibunuh dan kepalanya dibawa pulang sebagai trofi kebanggaan. Ada ribuan kisah tentang naga di China. Cerita itu juga disertai dengan gambaran maupun karya patung yang berbentuk naga. Tercatat di ilmu pengobatan Tiongkok kuno, bagian tubuh dan darah naga juga sering digunakan untuk membuat obat. 1611, Kaisar mengeluarkan lowongan kerja untuk menjadi perawat naga di istana. Di Irlandia tahun 900, pasukan irlandia melaporkan telah bertemu dan diserang makhluk besar dengan duri-duri tajam di ekornya. Kepalanya seperti kepala kuda, kakinya besar dan cakar depannya tajam. Detail yang disampaikan sepertinya cocok dengan ciri-ciri centrosaurus atau stegosaurus. Herodotus, ahli sejarah dari Yunani mencatat telah melihat reptil terbang di Mesir, badannya seperti ular, sayapnya seperti kelelawar. Terlebih, Herodotus diajak melihat-lihat bahwa hewan itu punya banyak macam warna dan ukuran, dan seringkali tinggal berkelompok. Detailnya mengingatkan ilmuwan pada rhamporhincus, pterosaurus, atau pterodactyl. Di Mesir, kata Herodotus, ketika para pekerja disuruh untuk mengambil buah-buahan tertentu dari pohon, mereka membuat asap untuk mengusir hewan-hewan terbang itu agar tak mengganggu di atas pohon. Buku berjudul Natural History ditulis oleh Pliny tahun 70 Masehi, dicatat bahwa "Afrika memiliki gajah, tapi India punya yang terbesar yaitu naga. ini sama seperti catatan Alexander Agung (326 tahun SM) saat menginvasi India, yang mengatakan bahwa pasukannya sempat bertemu reptil buas (berkaki, jadi bukan ular)yang muncul dari goa di dalam hutan. Marco Polo, mencatat bahwa dalam kunjungannya ke China, dia menyaksikan bahwa Kaisar memiliki naga yang menarik keretanya. Lebih lanjut, catatannya dalam bukunya menulis tentang naga di China, "Here are seen huge serpent, ten paces in length and ten spans in girth of the body. At the fore part, near the head, they have to short legs,having three claws like those of a tiger,with eyes larger than a forepenny loaf, and very glaring. The jaws are wide enough to swallow a man,the teeth are large and sharp,and their whole appeareance are so formidable that neither man, nor any kind of animal, can approach them without terror. Others are met with of a smaller size, being eight, six, or five paces long.." (The Travel of Marco polo, Book 2, Chapter 40). Coba lihat ciri-cirinya, punya dua lengan kecil di depan... kita-kira mirip Tyrannosaurus kah? Masih banyak yang belum saya sampaikan di sini. Tapi kira-kira itu dulu soal catatan sejarah.
BUKTI FISIK Kebanyakan bukti fisik diklaim sebagai palsu atau rekayasa. Tapi kita cukup ingat bahwa kata dinosauria baru muncul tahun 1841. Artinya, segala sesuatu berhubungan dengan dinosaurus setelah masa itu adalah sangat mungkin rekayasa karena dinosaurus adalah sesuatu yang spektakuler dan populer. Tapi bagaimana dengan yang ada sebelum tahun 1841? atau berabad-abad sebelumnya? Di Acambaro, Mexico, ditemukan ribuan boneka tanah liat dengan bentuk-bentuk menyerupai naga. Berdasarkan cek radiokarbon, usia dari patung tanah liat itu sekitar 4500an tahun, jadi bukan buatan baru, bukan rekayasa. Pada kuil-kuil Aztec kuno yang ditemukan penjelajah Spanyol pada abad ke-16 pun banyak memiliki bentuk-bentuk patung yang mirip dengan berbagai jenis dinosaurus seperti Ceratosaurus atau Tyrannosaurus. Pada sebuah kuil kuno di Kamboja, yang diperkirakan dibangun pada abad ke-12 (tahun 1106 Masehi) mempunyai dinding dengan relief seperti bentuk stegosaurus. Karya seni Suku Dayak Kalimantan di awal tahun 1800, terdapat bentuk-bentuk binatang seperti naga yang berdiri dengan dua kaki.
Banyak karya seni atau hasil budaya masa lampau yang menunjukkan bentuk-bentuk seperti dinosaurus. Ada juga lukisan yang menunjukkan manusia berperang atau memburu binatang besar yang kita tidak kenal saat ini. Di jaman modern pun sebenarnya banyak yang menjadi saksi atas kemunculan makhluk misterius seperti Mokele Mbembe, Ogopoo, atau monster Lochness. Tapi karena sulit dibuktikan, maka banyak yang menganggap itu palsu, rekayasa, atau sekedar cari perhatian saja. Kesaksian, catatan ilmuwan, ataupun bukti-bukti fisik itu anehnya tetap tidak membuat ilmuwan secara umum mau mempercayai bahwa dinosaurus pernah hidup berdampingan dengan manusia. Sangat mungkin bahwa alasan kenapa dinosaurus atau para naga itu makin lama makin jarang adalah karena juga diburu oleh manusia. Kenapa? sederhananya, ada tiga alasan yaitu, pertama, mereka menakutkan dan dianggap ancaman bagi manusia. Kedua, mereka diburu untuk dimakan seperti binatang lainnya. Ketiga, membunuh naga adalah sebuah prestasi besar bagi seseorang. Jadi setiap ksatria mungkin akan berlomba untuk membunuh naga agar dianggap hebat dan kuat, meskipun mungkin yang dibunuhnya adalah herbivora. Untuk catatan sejarah, kolega saya memberitahukan sesuatu yang tersebutkan dalam buku sejarah yang menurutnya paling akurat, yaitu Alkitab (Injil). Injil telah banyak menyebutkan kejadian, tempat, maupun nama orang secara tepat dalam sejarah. Misalnya, Cyrus The Great raja Persia, yang baru-baru ini makamnya ditemukan di Iran. Sebelum makam itu ditemukan, nama Cyrus hanya ada di Injil. Tapi akhirnya benar terungkap, bukan hanya dongeng. Demikian juga dengan beberapa nama lain seperti Nebuchadnezzar, Raja Sargon II, dll. Nah, untuk para reptil besar, Injil menyebutnya dalam banyak nama antara lain dragon, Cockatrice, Leviathan, dan Behemoth. Beberapa ayat tentang reptil itu juga ada. Tapi yang paling mengesankan saya adalah tentang Behemoth. Begini kutipannya: Job 40:15 Behold now behemoth, which I made with thee; he eateth grass as an ox. 16 Lo now, his strength is in his loins, and his force is in the navel of his belly. 17 He moveth his tail like a cedar: the sinews of his stones are wrapped together. 18 His bones are as strong pieces of brass; his bones are like bars of iron. 19 He is the chief of the ways of God: he that made him can make his sword to approach unto him. 20 Surely the mountains bring him forth food, where all the beasts of the field play. 21 He lieth under the shady trees, in the covert of the reed, and fens. 22 The shady trees cover him with their shadow; the willows of the brook compass him about. 23 Behold, he drinketh up a river, and hasteth not: he trusteth that he can draw up Jordan into his mouth. 24 He taketh it with his eyes: his nose pierceth through snares. Coba perhatikan, dijelaskan behemoth makan rumput seperti lembu (herbicora). His force is in the navel of his belly, banyak yang menerjemahkan ini sebagai dia punya perut yang besar. Gajah dan kudanil punya perut besar, tapi di ayat berikutnya, dia menggerakkan ekornya seperti (pohon) cedar. Apakah ekor gajah dan kudanil segede pohon cedar? tentu tidak. dari penjelasan di situ, yang paling masuk akal adalah makhluk sauropod serupa diplodocus atau Mamenchisaurus, yang perutnya besar dan ekornya panjang dan besar seperti pohon cedar.
Lebih jelasnya silakan akses link di bawah ini: http://creationrevolution.com/2011/12/behemoth-a-tail-like-a-cedar/ http://www.creationists.org/dinosaurs-humans-coexisted-behemoth.html Jadi kesimpulannya, kita harus meng update buku sejarah dan pengetahuan kita. Kemungkinan dalam banjir besar zaman Nabi Nuh, dinosaurus pun sempat dibawa ke dalam bahtera, namun hanya yang berukuran kecil. Sebab bayi dinosaurus makannya sedikit, tak butuh tempat banyak, banyak tidur (enggak rewel), dan umurnya masih panjang selepas banjir berlalu (gak cepet mati). Kemudian setelah banjir berlalu, Nabi Nuh pun melepaskan para dino ke alam liar hingga berbiak. Apa itu mungkin? Mungkin saja, sebab letusan krakatau terhebat pun tidak membunuh seluruh makhluk. Komet mungkin menyebabkan bencana global, namun makhluk hidup tidak selemah itu. Lagi pula, situs penggalian fosil banyak menunjukkan bahwa fosil binatang (darat) terkubur di lumpur bersama fosil ikan purba. Bagaimana ceritanya binatang darat terkubur lumpur hingga membatu kalau bukan karena banjir? Biasanya kalau binatang darat mati di darat, bangkainya takkan utuh karena ada pemakan bangkai atau rusak karena cuaca. Mari berpikir, dan mengupdate buku sejarah kita. Salam Kampanye!
Selengkapnya

Selasa, 01 Mei 2012

Nina Kenapa Kau Pergi?

Lima anak itu telah mencerahkan hari-hariku sejak Oktober 2011 lalu. Aku sangat menikmati dan bersyukur atas semua kegiatan yang kami lakukan bersama. Kami belajar, bernyanyi, bermain, dan bercanda satu sama lain. Pekerjaanku sebagai guru les privat membuatku bertemu dengan banyak anak-anak. Aku mengajar mereka di sekolah maupun di rumah. Tapi tak ada yang semanis di tempat itu. Lima anak-anakku, mereka berbeda-beda, namun menghadirkan suasana yang menyenangkan buat semua. Ryan yang terkecil, dia baru kelas satu di sebuah SD Kanisius. Dia sering berselisih paham atau berterngkar dengan Fiyya, yang juga kelas satu di sebuah SD Islam Terpadu (SDIT). Ryan memang anak yang aktif, seringkali caper, dan kadang usil terhadap teman-temannya yang perempuan. Dialah satu-satunya murid laki-laki di kelompok itu. Kadang ia tiba-tiba memulai omongan tentang sesuatu yang ia sukai, sesuatu yang diluar konteks materi yang sedang kami bahas, berusaha mengambil alih kendali kelas atau perhatian semuanya. Kadang ia juga mengusili teman-temannya dengan main jambak rambut, memeluk tiba-tiba, atau mengagetkan dari belakang. Semua menanggapinya seperti layaknya anak-anak, dan tidak ada yang mendendam, hanya kesal sementara. Ketika Ryan mengalihkan perhatian kelas pun aku selalu bisa menerimanya dengan sabar. Meskipun aku pernah juga marah karena pada saat ulangan (tes) dia berulangkali menawar agar soalnya dipermudah, atau meminta jawaban langsung. Dia suka dengan balapan Moto GP, jalan-jalan/pelesiran, dan sepak bola. Sering juga kalau dia agak kesal dengan ejekan teman-temannya tentang kemampuannya, dia berseloroh bahwa nanti dia akan masuk ke sekolah sepak bola (SSB) saja, biar di sana tidak ada pelajaran Bahasa Inggris. Tapi dia adalah anak yang cerdas dan daya ingatnya baik. Aku belajar konsistensi dengannya. Kalau ada perilaku atau ucapanku yang kurang konsisten, dia pasti akan mengingatkanku. Dia juga cepat tanggap, cepat memahami dan menghafal kosakata. Hanya saja, kemampuan menulisnya terburuk diantara empat yang lain. Ryan selalu paling lambat dalam hal menulis, selesainya paling akhir. Yang selalu berseteru dengan Ryan, adalah Luthfiyya. Anak SDIT itu sama-sama kerasnya dengan Ryan terutama dalam hal keyakinan. Aku sering mendamaikan mereka gara-gara bertengkar soal agama. Ryan yang penganut Katolik, rupanya sama fanatiknya dengan Fiyya yang muslimah. Setiap kali itu terjadi, aku cuma bilang, “sudah..sudah!! ini pelajaran Bahasa Inggris, bukan agama!”. Fiyya adalah anak yang lembut perasaannya. Dia gampang tersinggung, dan suka ngambek. Tapi dia bisa dengan mudah diobati dan tidak pendendam. Pada dasarnya dia adalah anak yang ceria dan penuh semangat. Sifat moody yang sering berubah-ubah kadang membuatku harus ekstra perhatian pada apa yang sedang menjadi minatnya. Karena kalau dia sedang kurang berminat, pelajaran akan dia abaikan. Untungnya anggota yang lain, yang juga lebih tua, selalu mau mengikuti dan menyesuaikan pelajaran sehingga bisa berjalan dengan baik. Fiyya rupanya sangat terpengaruh dengan penilaian. Ia paling sering meminta hasil pekerjaannya atau aktifitas apapun diberi nilai. Ia juga yang pertama-tama selalu mempertanyakan ranking setiap kami mengadakan ulangan periodik. Oleh karena itu juga, sifat kompetitifnya tinggi, tapi jeleknya berkenaan dengan nilai itu ia juga sering minder dan takut kalau salah menjawab. Kalau tes, misal ada soal yang ia tak tahu, ia bersikeras untuk bisa menjawab sehingga akhirnya bingung dan kalut sendiri. Tapi nggak nangis kok…
Dua bintang kecilku, adalah Muna dan Fara. Mereka selevel diatas Fiyya, lebih dewasa, lebih cepat tanggap, dan mampu mengasuh adik-adiknya itu meskipun dalam keseharian mereka tak jauh berbeda. Pada saatnya istirahat mereka biasanya bermain ‘Roro Jonggrang jadi patung’, atau main injak kaki (aku tak tahu apa nama permainannya). Kulihat dalam hal bermain mereka masihlah anak-anak, tak ubahnya seperti Ryan dan Fiyya. Bersama dengan Nina, yang tertua di kelompok itu, mereka semua bermain dengan ceria. Dalam pelajaran pun, mereka berdua adalah yang paling semangat. Muna adalah pribadi yang penuh rasa ingin tahu. Ia selalu tertarik untuk mencoba dan tidak takut salah. Ia juga cepat menguasai materi karena ia paling ekspresif, meskipun kadang menolak giliran, siapa dulu yang harus maju atau mengerjakan. Tapi pada dasarnya ia adalah anak yang menikmati pelajaran, sekaligus mampu menjaga keceriaannya dengan bermain. Ia sangat jarang, bahkan mungkin tak pernah membuat masalah. Muna selalu bersaing dengan Fara sebagai teman akrab. Biasanya nilai tertinggi dipegang oleh Fara, tetapi mereka berdua saling mengimbangi dengan detail karakteristik nilai masing-masing. Fara, si bintang kelas yang rumahnya paling jauh dibandingkan keempat lainnya yang bertetangga, adalah anak yang cerdas. Usianya juga lebih dewasa dari Ryan dan Fiyya, serta temannya Muna yang sebenarnya tidak satu sekolah, membuatnya lebih pandai menangkap pelajaran. Ia memang menyukai pelajaran ini dan menyukai kelas. Bahkan di suatu kesempatan ia berkata pada ibunya yang sedang menjemputnya, “Bu, doain ya moga-moga minggu depan aku kepilih jadi ketua kelas..”. Setiap bulan aku menerapkan system rotasi ketua kelas di kelompok belajar itu. Anak-anak pun bersemangat dan saling bersaing, kecuali satu bintangku yang hilang, Nina. Nina itu pendiam. Suaranya lirih, pemalu, dan selalu menolak untuk mendapat giliran pertama. Untuk menjadi ketua kelas pun, ia selalu menyerahkan pada anak lain yang lebih berambisi seperti Ryan atau Fiyya. Meskipun, dia tak kehilangan keceriaanya dalam bermain bersama. Hanya saja, Nina sekarang sudah tidak ikut les lagi, tidak mau belajar dalam kelompok lagi. Nina adalah yang tertua, kelas empat SD. Tapi dalam pandanganku, sepertinya ia terlalu dewasa atau bahasa Jawanya “temuwo”. Sifat tertutup dan pemalunya membuat ia selalu nampak lebih dewasa, bahkan dari anak-anak seusianya. Menurut anak-anak yang lain, ia kadang memarahi mereka ketika bermain, memelototi atau menampakkan muka tak senang dalam keadaan tertentu. Anak-anak mulanya tidak terlalu menggubris itu semua. Tapi setelah kini dia pergi, pembicaraan itu mulai menghangat. Ada apa sebenarnya dengan Nina, kenapa ia tiba-tiba memutuskan untuk tidak mau les lagi? Orangtuanya sudah membujuknya, hasilnya nihil. Tetangga dan orangtua dari teman-teman lesnya juga menengoknya, mengajaknya bicara baik-baik dan penuh kasih sayang, tapi katanya ia justru menangis. Ketika itu Bu Mujiyati, salah satu orangtua murid yang juga tetangganya menanyakan apakah jika kurang nyaman, bagaimana kalau belajarnya dipindah ke rumah Nina saja. Tapi si anak malah menangis dan masuk ke kamar. Apa yang terjadi? Ada banyak yang berseliweran di pikiranku, mulai dari yang masuk akal hingga yang tidak. Aku mulai mengingat-ingat kembali kenapa dan apa saja yang terjadi selama kami belajar bersama. Sifat pemalunya memang kadang nampak sebagai sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak jujur, sesuatu yang menyimpan rahasia. Beberapa orang (tua dan anak) menduga ia merasa kurang nyaman karena dia paling tua sendiri di kelompok itu. Atau karena dia sendiri yang kurang ekspresif padahal lainnya ekspresif, dan bahkan gaduh. Tapi ada beberapa hal yang memang menarik dari kejadian di sana. Awal mulana begini, seperti biasa, aku memberikan PR pada setiap anak. PR memang tidak setiap hari kuberikan, kadang ada kadang tidak. Sebab mereka juga punya banyak PR sendiri dari sekolah masing-masing. Lagian dengan PR itu aku dapat menarik-ulur suasana agar tidak monoton. Suatu ketika aku memberikan sebuah PR yang sama untuk semuanya, dan pada hari berikutnya kami bertemu, ternyata Nina lupa mengerjakan. Aku tidak menghukumnya, hanya kemudian memberi PR lagi bersama dengan yang lain. Karena itulah PR untuk Nina menjadi dobel. Aku memintanya untuk “membayar” hutangnya minggu depan, itu cukup mudah dan waktunya masih seminggu, kataku. Meskipun sebenarnya kali itu sedikit berbeda, setelah ulangan periodik sebelumnya, aku menganalisa kelemahan dari masing-masing siswa dan kemudian PR yang kuberikan menjadi berbeda pada tiap anak. Semua menerima, hingga pada hari kami bertemu lagi, mereka semua siap menunjukkan hasil belajarnya di rumah. Nina tidak kelihatan. Teman-temannya bercerita bahwa ia mengaku lupa mengerjakan PR itu sehingga kalut, bingung, dan akhirnya lebih baik tidak berangkat. Aku pun berpesan pada anak lainnya, katakana pada Nina kalau dia tidak akan dihukum. Bagiku, yang penting waktu itu adalah dia berangkat agar siapa tahu kalau memang dia ada kelemahan atau kesulitan, aku justru membantunya mengerjakan “hutangnya”. Sebuah proses belajar yang cukup moderat menurutku. Tapi yang terjadi, Nina tetap tidak mau berangkat pada kesempatan berikutnya. Konon ia menangis setiap kali diingatkan masalah les. Luthfiyya, tetangganya bercerita padaku bahwa ketika dia menjenguk Nina ia justru mendapat perkataan yang kurang enak. Dia mengajak, “Mbak Nina, ayo les lagi biar pinter..” tapi justru Nina berteriak dari dalam rumah, “Kamu itu yang bodoh..!”. Fiyya kaget, dan melaporkan itu pada orangtua dan teman-temannya, dan juga padaku. Dari info-info sepihak itu aku berfikir, apakah pelajaranku terlalu sulit buat Nina? Mungkin, jika aku menyuruh anak-anak speaking atau sekedar mengucapkan kata-kata. Nina selalu lirih dan malu-malu dalam berbicara. Ia cenderung berlingsut di pojok dan sebisa mungkin hanya menulis atau mendengarkan, tidak maju, tidak bicara, tidak menyanyi. Ataukah, justru pelajaran yang kuberikan terlalu remeh buatnya? Padahal hasil tes nya menunjukkan ia juga tidak begitu menguasai materi. Jika diranking ia cuma dapat posisi ke tiga setelah Fara dan Muna yang padahal se kelas di bawahnya. Ataukah ia menganggap semua itu konyol dan kekanak-kanakan? Menyanyi, menari (bergerak), dan membaca keras-keras adalah aktivitas khas pelajaran Bahasa Inggris untuk anak-anak. Jika ia menganggap bahwa itu konyol dan kekanak-kanakan bukankah berarti ia telah berpikir lebih dewasa? Apakah ia telah puber lebih cepat di usianya yang baru kelas empat SD? I simply don’t understand or neither recognizes my faults. Did I do something wrong or did I say something bad to her? Mungkin sehubungan dengan materi yang kuberikan yaitu 5W+H yang terakhir adalah kata ‘Why’ yang mestinya ada. Why? Kenapa dia begitu? Apakah dia tersinggung? Apakah dia benci seperti dugaaan Muna dan Fiyya yang mengaku sering dipelototi, atau Ryan yang sering dimarahi pada saat bermain? Info lain, menurut teman-temannya pula, sebelumnya Nina juga ikut les dengan seseorang yang lain. Tapi les itu tidak menyenangkan karena selalu memberi PR, banyak PRnya. Apakah Nina begitu membenci les, karena merenggut waktunya untuk bermain? Sehubungan dengan pendidikan, aku ingat anekdot yang cukup lucu. “Esuk sekolah, sore les, bengi sinau. Kapan dolane?”. Ya, benar. Kalau pagi sekolah, sore les, dan malam belajar di rumah, terus kapan waktunya untuk bermain? Itu memang masalah anak jaman sekarang. Seolah banyak sekali ilmu yang harus mereka kejar. Sampai-sampai waktu bermain mereka terampas. Mungkin permasalahan Nina adalah masalah terpendam, tentang kepenatannya dalam sekolah dan belajar, atau sehubungan dengan orangtua atau lingkungan lainnya yang membuatnya jenuh. Mungkin juga secara personal ia punya masalah psikis yang mempengaruhi gaya belajar dan sekaligus minat belajarnya, seperti yang kutemui pada anak-anak guru di sebuah sekolah dulu, sebelum aku bertemu dengan Nina cs. Meskipun, entah kenapa sepertinya aku masih punya dugaan kuat tentang kedewasaan Nina yang terlalu awal, sehingga periode storm & stress sudah mulai dia rasakan. Aku tetap tak tahu, dan kami pun tetap melanjutkan proses belajar kami yang masih menyenangkan, tanpanya.
Selengkapnya

Rabu, 11 April 2012

Memilih Jodoh Menurut Kearifan Lokal atau Agama?

Salam kampanye! Semoga artikel ini menyenangkan untuk dibaca. Saya kebetulan tertarik mengulas tentang perjodohan karena beberapa hari ini kebetulan ada banyak pembicaraan ke arah situ. Bagi para remaja, ataupun orang dewasa yang sudah siap menikah, masalah perjodohan banyak dibicarakan. Banyak pula yang menjadikannya topik untuk berdiskusi. Nah, bagaimana kalau kita ulas dan kita babar saja yuk, begini..
Perjodohan adalah urusan orang tua maupun orang muda. Sebab pernikahan itu berarti penggabungan dua keluarga besar. Makanya pihak kaum tua dalam keluarga besar juga harus ikut andil (Jw: cawe-cawe) supaya di kemudian hari tidak menjadi sebuah penyesalan. Sayangnya, dalam hal memilih jodoh ini tak sedikit orang yang punya dasar pemikiran yang dangkal karena hanya berkutat masalah duniawi. Karena sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, maka saya akan menjelaskan sedikit yang berhubungan dengan tatanan agama Islam terlebih dahulu.
Pertama, harus dipahami bahwa jodoh itu ditentukan oleh Allah SWT. Jadi manusia hanya berusaha, tidak boleh memaksakan. Sebab dalam Islam pernikahan yang aslinya hukumnya sunnah bisa menjadi haram kalau dipaksakan atau diniatkan untuk hal-hal yang negatif. Menurut Islam, seorang tidak boleh dipaksa dalam urusan pernikahan, apapun alasannya.

Kedua, berhubungan dengan yang pertama, tidak boleh memaksa untuk menikahi seseorang dan juga tidak boleh memaksa untuk tidak boleh menikahi seseorang dengan alasan tertentu. Standar seseorang untuk memilih jodoh itu ada banyak, diantaranya yang dibolehkan adalah rasa suka ataupun cinta. Tapi mengenai standar memilih jodoh ini Nabi Muhammad SAW mengajarkan ada 4 kriteria untuk memilih jodoh. Kriteria itu adalah: karena agamanya (ilmu dan pengamalannya), karena keturunannya/ keluarganya, karena kekayaannya, dan karena kecantikannya/ tampannya. Menurut Beliau, yang paling bagus adalah karena agamanya, yaitu ilmu dan pengamalannya. Namun sulit juga untuk melihat hal itu, sebab orang yang baik tidak nampak dari pakaiannya. Kadang di jaman ini ada juga perempuan berjilbab besar tapi sebenarnya hatinya tak seindah jilbabnya. Itu fakta yang cukup laris dibicarakan teman-teman akhwat di organisasi dakwah dulu. Maka dari itu memilih jodoh berdasar agama juga tidak mudah meskipun area pencariannya disempitkan di kalangan organisasi dakwah atau komunitas religi.
Nah, kedua hal tadi adalah menurut agama Islam. Saat ini banyak yang harus diingatkan bahwa tatanan lokal kita (local wisdom) juga memiliki petunjuk yang bagus. Orang mengenal dari dulu dengan istilah “bibit, bebed, bobot”. Sebenarnya ada satu lagi yaitu “babad”. Saya akan jelaskan pengertiannya di bawah ini:
Bibit, artinya adalah keturunannya. Maksudnya apakah keturunan orang baik, berkualitas, atau tidak. Tentu saja dalam memilih bibit tidak hanya didasarkan pada kualitas fisik semata, namun juga perilaku dan keseharian. Orang dulu percaya buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Artinya ada kecenderungan yang sama antara pendahulunya dengan keturunannya. Makanya kita harus tahu bibit yang baik dengan melihat secara seksama. Hal ini termasuk secara genetis, apakah ada kecenderungan kena penyakit tertentu atau tidak.
Bebed (dibaca dengan huruf ‘e’ seperti pada ‘elang’ atau ‘empedu’) mempunyai dua pengertian. Pertama, status sosial keluarganya. Bebed merupakan sebutan untuk kain selempang khusus jaman dulu yang menandakan status sosial, apakah bangsawan, pedagang, atau orang biasa. Pengertian yang kedua adalah moralitas, sebab menurut pepatah Jawa “Ajining raga saka busana” yang artinya nilai tubuh itu dilihat dari busana yang dipakainya. Seseorang yang menghiasi tubuhnya dengan pakaian yang rapi dan sopan menunjukkan bagaimana ia menghargai tubuhnya sendiri. Meskipun sekarang banyak yang beranggapan bahwa pakaian seksi bukan berarti nakal, namun secara psikologis memang ada kaitan antara kecenderungan pemilihan busana dengan kepribadiannya. Sebaliknya, orang yang baik juga tak bisa dilihat dari tertutup atau tidaknya tubuhnya, namun pemilihan model pakaian setidaknya memberi kita gambaran yang mendekati. Artinya dengan filosofi bebed, kita harus memperhatikan masalah moralitas dan status sosial seseorang. Sebaik-baik calon jodoh adalah yang status sosialnya sesuai dengan moralitasnya.
Bobot artinya berat timbangan atau seberapa berat niat dan kecenderungan kita pada seseorang. Arti lainnya adalah kita harus menimbang, menelaah, merenungkan, dan menilai apakah ‘dia’ termasuk calon berkualitas sehingga ‘berat’ ataukah ‘enteng’ saja sehingga bisa dengan mudah diganti yang lain. Beberapa hal yang membuat bobot penilaian seseorang itu berat, adalah karena pendidikannya, kekayaannya, cita-citanya, ataukah seberapa kita mencintai dan menginginkannya, karena itu juga boleh menjadi patokan.
Terakhir, yaitu babad atau cerita. Maksudnya adalah cerita sejarah kehidupan keluarganya, apakah pernah tersangkut kasus atau tidak. Kita pasti tidak mau kalau kita menikah dan punya anak keturunan yang di kemudian hari disakiti orang lain dengan alasan pembalasan dendam karena sengketa dengan salah satu buyut atau leluhur istri/ suami kita. Apakah keluarganya dulu ikut PKI? Apakah keturunan pemberontak? Apakah punya riwayat kejahatan? Semua itu harus juga dibuka agar keturunan kita tidak sengsara nantinya. Sayangnya, banyak orang yang menganggap aib itu tak usah diusik lagi padahal masalahnya belum selesai. Masalah babad juga mempengaruhi perjalanan hidup kita ke depan, karena itu berhubungan dengan cita-cita keluarga besarnya, rencana ke depan, dan tugas-tugas khususnya dalam masyarakat.
Demikian pembahasan soal empat sekawan bibit, bebed, bobot, dan babad. Terakhir yang ingin saya sampaikan di halaman ini adalah tentang mana yang kita pakai, standar agama ataukah standar budaya? Kalau menurut saya, standar budaya tidaklah bertentangan dengan agama, jadi agama dan kearifan lokal itu diibaratkan seperti nasi dan sayur sehingga harus jalan bersamaan. Tidak boleh dipisahkan. Namun banyak juga sekarang saya temui orang yang sama sekali tak mau tahu kearifan lokal, dan lebih memilih agama sebagai patokan. Itu adalah pemahaman yang dangkal dan sempit, sebab semua itu harus dipelajari dengan seksama barulah akan ketemu bahwa tidak ada pertentangannya. Lebih banyak persamaan dan sambungannya daripada perbedaannya. Nah, kalau ingin mendapat jodoh yang baik, maka harus mulai dari diri sendiri menjadi orang yang baik. Sebab Allah SWT pasti akan memberikan jodoh itu sesuai dengan diri kita, wanita baik-baik untuk pria baik-baik dan wanita pezina untuk pria pezina, itu gambarannya dalam Al Quran. Dalam ilmu psikologi modern itu disebut ‘law of attraction’ (hukum ketertarikan) yang berarti orang tertentu akan cenderung bertemu dengan orang tertentu pula yang kurang lebih punya kesamaan. Wassalam.
Selengkapnya

Senin, 02 April 2012

Orang Tua dan Anak-Anak Tak Jauh Beda

Orang tua selalu menganggap anaknya tetaplah anak-anak. Meskipun anak itu sudah berusia kepala tiga dan menjadi manager sebuah bank atau perusahaan besar, mereka sering memperlakukan anaknya sebagai “their sweet babies”. Sementara itu, anak-anak juga menganggap orang tua mereka sebagai makhluk yang kuno dan kolot. Padahal seringkali antara anak dan orangtua tidak jauh berbeda. Coba kita lihat hal-hal berikut ini:


1. Suka bermain
Siapa bilang orang dewasa tidak pernah bermain? Mereka juga mau diajak bermain badminton atau futsal, just for fun, bukan latihan untuk jadi atlet. Kadang mereka mengerjai teman sendiri, atau berselingkuh (termasuk permainan kan?), dan banyak lagi aktivitas orang dewasa yang sebenarnya bertujuan mencari kesenangan, secara, bermain. Orang dewasa juga tidak menolak dan bahkan menikmati kalau diajak bermain dalam acara outbound atau semacamnya.
Lebih jelas lagi, lihat berikut ini:
a. Maen air = arung jeram
b. Maen perang-perangan = paintball atau airsoft gun
c. Mainan elektronik = nge-game komputer, Playstation, Xbox, dll
d. Mobil-mobilan/ kapal-kapalan = remote control atau aeromodelling
e. Maen keluyuran kemana-mana, mendaki gunung, jalan-jalan, dll
f. Maen sepedaan, motoran, ampe bikin geng motor gede sekalian
g. Serupa maen gundu maen golf, atau serupa kasti jadi baseball
h. Banyak juga orang dewasa mengkoleksi action figure atau pernak-pernik yang berhubungan dengan film atau tokoh komik tertentu, mengikuti cosplay, dll.

2. Menganggap bahwa dirinya sudah tidak bisa belajar hal baru
Anak menyerah sewaktu belajar? Terlalu sulit? Matematika sampai mati-matian? Orang dewasa juga sering menganggap dirinya sudah tua, tak secerdas dulu lagi, sehingga tak mau belajar sesuatu yang baru seperti teknologi, misalnya. Contoh konkrit, ibu gue coy, katanya gak bisa lagi belajar, nyatanya ketemu guru les baca Qur’an dan dibimbing intensif akhirnya sekarang udah bisa baca Qur’an padahal dulu waktu kecil gak pernah ngaji.

3. Menganggap komik dan kartun adalah untuk anak-anak
Kolektor komik kebanyakan orang dewasa. Klo diliat seperti di negara Jepang misalnya, namanya komik atau kartun punya genre atau usia konsumen tertentu yang disebut rating. Misalnya klo ratingnya 15 th keatas artinya anak dibawah 15 tahun gak boleh baca. Komik Crayon Shinchan aslinya untuk remaja, tapi di Indonesia dianggap tontonan bayi, makanya jadi perlu kerja keras untuk men-sensor muatan-muatan yang gak sesuai buat anak-anak.
Komik untuk dewasa, tentu beda banget dengan komik untuk anak. Makanya klo ngeliat komik berilustrasi rada sensual dikit atau kejam dikit, ortu langsung beranggapan komik itu banyak jeleknya, atau merusak anak-anak. Ya iyalah klo itu komik dewasa ngapain dibaca anak-anak.. ini yang bego siapa coba?

4. Menganggap dirinya paling benar dan tak mau menerima masukan
Biasanya nih, klo namanya anak tu selalu merasa benar sendiri, egois dan ego-sentris alias dirinyalah pusat kebenaran. Anak-anak sulit dibilangin, klo maunya tas gambar Naruto ya gak mau lah klo dikasih tas gambar Doraemon, apalagi Dora. Mau orangtua bilang ini yang bagus, itu yang jelek, tetap aja anak gak mau nerima alasan logis orangtuanya.
Ternyata, orang dewasa banyak juga loh, yang ngerasa dirinya lah pusat kebenaran alam semesta ini hoho.. jadi klo ada orang yang ngasih tau atau ngasih masukan, gak diterima. Klo ada pengajian di tivi yang menyinggung perilakunya, langsung dimatiin atau dipindah channelnya. Itu semua bisa terjadi pada orang pinter ataupun bodoh. Jadi bisa aja orang dewasa karena merasa berilmu makanya gak mau ngikut ilmu orang lain. Bisa juga kurang ilmunya tapi keukeuh dengan pendapatnya, mau bumi langit jungkir balik dia lebih percaya ama keyakinannya sendiri daripada omongan orang. Parahnya, klo orangtua macam ni udah nolak klo diajak mencari kebenaran atau ngebuktiin sesuatu yang keliatan (misalnya, ngebuktiin klo Jakarta itu jauh dari Imogiri, tapi gak mau diajak pergi jalan-jalan), artinya orang ini udah masuk kategori sakit jiwa karena dia ‘takut’ melihat sesuatu yang diluar keyakinannya.

5. Inkonsistensi
Anak-anak abis berantem bisa baikan lagi, ketawa-ketiwi maen bareng. Anak-anak belum bisa dikatakan konsisten, makanya mesti diatur pake jadwal, kapan belajar, kapan bangun tidur, makan, mandi, dll. Orangtua juga sering ngomong sesuatu yang akhirnya dilanggar sendiri. Bilangin anaknya “kamu jangan merokok” lah dianya sendiri merokok. Di masa dewasa, seorang anak akan lebih mengingat tindakan dan perilaku orangtuanya daripada omongan dan ajaran-ajarannya.

6. Berbicara tanpa bertindak dan bertindak tanpa berpikir
“Dipikir dulu, klo mau ngapa-ngapain tu..” begitu kata orangtua. Apakah orangtua sendiri selalu berpikir sebelum bertindak? Tidak juga. seringkali mereka nekad, atau karena sudah terdesak makanya asal jalan aja, seperti kata orang, “hantam dulu, urusan belakang..”. Kebalikannya, banyak bicara tapi gak bertindak, ngomong muluk-muluk yang tinggi-tinggi, tapi kenyataan yang ada gak sebegitunya. Kadang orang dewasa juga ngibul ama generasi muda buat ngeyakinin bahwa mereka punya prestasi sehingga berhak nyuruh juniornya supaya berusaha berprestasi.

Begitulah beberapa penemuan tentang tidak jauh berbedanya antara anak-anak dengan orang dewasa. Semoga bermanfaat, Salam Kampanye!
Selengkapnya

Minggu, 25 Maret 2012

Historical Re-Enactment Group dari Manca Negara, dimana Indonesia?

Seberapa penghargaan anda pada sejarah dan budaya? Dalam pikiran saya, sejarah dan budaya bangsa nilainya sangat rendah dibandingkan dengan info tentang trend dan budaya populer seperti musik dan drama Korea. Pemikiran orang muda, khususnya waktu saya masih muda dulu (sekarang sudah uzur? Remaja kali maksudnya, gan!) saya berpandangan bahwa kata “budaya” identik dengan lagu daerah, tari-tarian, wayang, dan bahasa daerah yang memusingkan seperti dalang wayang kulit membawakan ceritanya. Yang bikin semua itu ‘neg’ adalah, semua itu berhubungan dengan ‘orang tua’ sedangkan orang tua adalah subjek yang paling menyebalkan di masa remaja. Budaya itu norak seperti orang tua, karena orang tua itu suka menasehati, menyebalkan, akhirnya budaya menjadi menyebalkan! Sungguh pemikiran yang aneh...
Sementara itu, sejarah identik dengan hafalan tentang nama orang, nama peristiwa, tahun plus tanggal-tanggalnya, nama kerajaan, prasasti, artefak, dan homo erectus. Ditambah lagi ingatan bahwa guru sejarah itu menyebalkan karena tidak pernah senyum tapi easy going tetapi nilainya bakhil! Sejarah juga menjadi menyebalkan bagi saya.
Anehnya, semua itu berubah ketika saya masuk SMA. Saya menjadi suka sejarah dan suka dengan budaya. Kurun waktunya kira-kira bertepatan dengan pergantian trend dari rock’n roll menjadi breakdance disusul boyband. Mulainya muncul kaum punk dan banyaknya gadis yang mulai berjilbab. Saya anggap itu aneh, karena saya jadi memikirkan kenapa hanya saya yang begitu, dan kira-kira anda tahu apa sebabnya?
Gampang! Saya mengenal maen game strategi. Dari sana saya mulai melihat dan membaca sejarah internasional, sesuatu yang tidak diceritakan oleh guru sejarah karena beliau melulu menceritakan tentang PBB dan jaman prasejarah. Tapi jaman antara prasejarah dengan masa munculnya J.J. Rosseau tidak disinggung, aneh. Dari situ saya juga makin tertarik dengan sejarah negeri sendiri oleh karena dalam sejarah banyak perangnya (anak laki-laki selalu suka perang-perangan?). Ternyata betapa manisnya cerita-cerita tentang kerajaan masa lampau, dan uniknya, dari membaca sejarah dunia, saya juga otomatis belajar tentang ilmu ekonomi, politik, fisika, persenjataan, dan ilmu agama. Bahkan saya berkesimpulan bahwa bangsa kita takkan dijajah Belanda 350 tahun kalau Imperium Islam Turki Osmani tidak menaklukkan Konstantinopel. Itu logika yang saya baru temukan di SMA padahal saya belajar itu sejak SMP.
Tapi tidak semua orang suka dengan yang lampau, kalau jaman sekarang dibilang kamseupay alias jadul. Kalau saya amati, trend itu selalu berubah, dari Elvis menjadi Jacko, dari Roma Irama menjadi Ebiet G. Ade, lalu Boomerang, Slank, akhirnya Sheila on 7, Peterpan, dan juga.... Cherrybelle! Mengikuti trend hanya membuat saya terombang ambing. Tapi itu boleh juga, bagus untuk bersosialisasi. Hanya saja, mengikuti trend tapi tidak punya sesuatu yang ‘still’ rasanya seperti tidak memiliki ‘aku’. Jati diri tidak dibentuk dari bagaimana orang memuji pakaianku, tapi bagaimana pakaian yang aku sukai. Kembali ke sejarah, masa lalu mengajarkan banyak contoh, seperti prinsip peperangan dalam Sun Tzu yang ternyata dipakai juga dalam PD II oleh Pasukan Sekutu dalam melawan Nazi Jerman.

Oke, enak ya, cerita tentang diri sendiri..? itu hanya kilasan masa lalu. Tapi yang menggairahkan saat ini adalah adanya suatu kelompok yang disebut Historical Re-enactment Group. Kelompok-kelompok ini banyak sekali di luar negeri. Mereka adalah kelompok yang hobinya melakukan peringatan terhadap peristiwa bersejarah, dengan cara membuat semacam pertunjukan atau peniruan terhadap peristiwa aslinya. Misalnya di Jepang dengan Festival Sekigahara, orang berduyun-duyun datang ke lapangan, memakai kostum samurai, lalu memerankan tokoh atau pihak-pihak yang ada dalam peristiwa Perang Sekigahara beberapa abad silam. Hasilnya adalah pertunjukan, seperti karnaval, tapi lebih ke arah drama karena ada ceritanya. Demikian pula di Inggris, orang memerankan pasukan Anglo-Saxon dan Viking untuk memerankan kembali peristiwa penyerbuan bangsa Viking ke Inggris. Di Eropa pun hal seperti itu banyak sekali. Tentu saja tidak semua peristiwa diperankan oleh satu kelompok seperti orderan main ketoprak. Ada kelompok-kelompok yang mengkhususkan diri pada peristiwa tertentu, misalnya beberapa kelompok di Australia dan Kanada yang meniru gaya hidup para penjelajah pertama benua Amerika. Berpakaian seperti orang abad ke-17, membawa senapan sundut, dan makan dengan menu yang dimirip-miripkan dengan makanan di jaman itu. Semua itu menjadi bagian dari pariwisata, dan bahkan bisnis swasta.
Jika melihat di dalam negeri, mungkin bisa kita temukan seperti di Jogjakarta, ketika perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW ada Garebeg Maulud. Di sana kita bisa melihat para prajurit Keraton berbaris dengan kostum yang unik-unik. Memang, di Indonesia hanya sedikit penghargaan sejarah dengan cara seperti itu. Sejarah dan budaya juga tidak menjadi bagian favorit masyarakat. Mungkin karena keterbatasan, sebab di negara lain budaya dan sejarah menjadi hal penting, terutama untuk negara-negara yang membutuhkan jati diri kebangsaan yang jelas seperti bangsa-bangsa di Eropa. Indonesia justru makin tidak jelas jati dirinya karena kita lebih suka mengikuti trend manca negara.
Berkaca dari Korea Selatan, negeri itu bahkan sejak lama sengaja menggunakan budaya Korea sebagai sumber devisa negara. Korea membawa Taekwondo sebagai olah raga beladiri paling laris sedunia, musik (K-Pop), maupun drama Korea. Ini semua bukan hanya trend, tapi memang sengaja diarahkan ke sana. Makanya kalau anda merasa senang dengan mereka, anda tidaklah berdosa, hanya saja pernahkah berpikir tentang kondisi negeri sendiri?

Contoh lain ekspo budaya adalah dari Jepang dengan komik manga, yang paling terkenal adalah Doraemon. Hebatnya lagi, samurai, prajurit masa lalu itu berhasil memikat hati banyak orang lewat penokohannya dalam anime Samurai X, sebuah terobosan modern untuk mengangkat sesuatu yang tradisional.
Kesimpulannya, orang manca negara pun dengan gembira melestarikan budaya dan menjaga sejarahnya. Bagaimana dengan Indonesia? Heran tapi nyata, saya sendiri masih berpikir bahwa Gatotkaca masih kalah populer dengan Kenshin Himura karena kalau saya membayangkan Gatotkaca langsung teringat wayang orang, dan keingat lagi dengan trauma kejengkelan saya terhadap orang tua yang gak maju-maju. Mungkin Indonesia perlu orang-orang seperti Jan Mintaraga atau komikus lain untuk mencitrakan kembali tokoh-tokoh legendaris dengan cara modern, tidak seperti pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Bukan berarti wayang kulit jelek, tapi sebenarnya banyak cara untuk membuat sejarah dan budaya menjadi renyah untuk dinikmati siapapun, terutama kalangan muda.
Bagaimana? Mau bikin re-enactment group dengan saya? Mungkin pengen mengisahkan kembali Perang Diponegoro?

My salute to: Sujiwo Tedjo, Ki Asep Sunarya, Jan Mintaraga, Khoo Ping Hoo, dan tak lupa Sawungkampret & Na’ip hehe...
Selengkapnya

Awas Kejahatan Membabi-buta!!

Beberapa waktu lalu ada insiden penusukan yang dilakukan oleh sekelompok orang di kota Jogja. Di tempat lain, kejahatan tanpa pandang mangsa juga banyak terjadi. Kejahatan ataupun salah sasaran memang tidak terelakkan. Kita merasa tidak punya musuh tapi bisa saja menjadi korban pengeroyokan, hingga pembunuhan. Para wanita juga tidak aman karena di dalam metro pun mini bisa menjadi sasaran pemerkosaan. Apa yang telah terjadi hingga kejahatan sering salah tempat atau tak pandang bulu?

Lebih baik kita memikirkan bagaimana caranya menjaga keselamatan diri sendiri. Kita tak pernah tahu kalau tiba-tiba orang yang berpapasan dengan kita menusukkan pisau. Mending kalau ditodong, ada semacam tawar-menawar dan kesempatan untuk memahami situasi. Tapi kalau tiba-tiba dikeroyok terus ditinggal lari, kan bingung jadinya?
Mungkin kita perlu senjata untuk jaga-jaga. Tapi apakah senjata itu bisa kita gunakan dengan baik? Punya senjata tapi tak bernyali juga seperti tanpa senjata, tak bisa berbuat apa-apa. Atau kita perlu memakai rompi anti peluru biar kebal tembakan? Bagaimana kalau tembakannya diarahkan ke kepala? Rompi anti peluru atau disebut juga soft-armor harganya mahal, dan perlu ijin khusus untuk memilikinya. Senjata api atau sajam yang besar seperti parang atau pedang samurai juga dilarang dibawa-bawa oleh polisi, bisa disita atau malah kita yang ditangkap dikira penjahat.

Ada beberapa cara untuk menjaga keamanan diri sendiri. Bepergian dengan teman salah satunya, tapi juga tidak menjamin. Sebab kalau yang dihadapi adalah massa berjumlah besar, kita tak punya pilihan selain lari atau sembunyi. Terus gimana dong? Mungkin ada beberapa hal yang bisa dijadikan solusi...

Ada beberapa tipe senjata yang kalau kita nekad, bisa di bawa, misalnya pisau lipat. Tapi kalau ketahuan bawa pisau lipat, bisa ditangkap polisi.
Senjata yang direkomendasikan untuk jaga diri khususnya wanita, adalah semprotan cabe alias pepper spray. Semprotkan ke mata dan larilah selagi penjahatnya kesakitan. Tapi dalam situasi keroyokan, senjata ini juga kurang efektif dan kurang efisien.

Selain pepper spray, ada yang serupa tapi beda cara penggunaannya yaitu senjata kejut listrik atau stun gun. Sekali sengat orang bisa pingsan. Cocok untuk menghadapi copet, pemerkosa (kecuali klo sudah memeluk dan menindih, karena anda akan ikut kesetrum), dan segala jenis kejahatan jarak dekat. Sayangnya, dalam beberapa kasus seperti tawuran, senjata ini juga bisa bikin anda masuk bui.

Klo bawa senjata gak mungkin, atau ribet ngeluarinnya dari saku/ tas, maka anda bisa mulai berlatih beladiri. Ada banyak sekali aliran beladiri yang ada, mulai dari yang keras sampai dengan menari-nari. Tapi semua punya kelemahan. Misalnya Aikido, seni membanting ini tidak bisa digunakan saat kita di dalam bus atau kereta api yang penuh sesak. Demikian juga Capoeira, tendangan yang indah melayang tak bisa dipakai di gang sempit. Mungkin beberapa jenis beladiri lain bisa menangani permasalahan. Misalnya Silat, Krav Maga, atau kungfu Wing Chun yang khusus untuk tempat terbatas. Tapi semua itu juga punya nilai minus misalnya, apakah tempat latihannya ada di dekat anda tinggal? Berapa lama harus berlatih sampai anda benar-benar siap dan mampu membela diri dengan itu? Atau, persiapkan tubuh anda untuk sakit terlebih dulu selama berlatih dengan kayu, sansak, atau teman latihan anda.

Semua punya nilai minus, maka alternatif terakhir adalah.... berdoa! Ya, berdoalah sebelum melakukan perjalanan, pasrah pada Yang Maha Kuasa. Tuhan akan menolong hamba-hambaNya yang beriman dan bertaqwa. Tapi bila anda tetap kena kejahatan, mungkin itu karena kurang hati-hati, atau karena lingkungan memang rawan, atau karena Tuhan memberikannya sebagai balasan atas dosa anda di masa lalu, hahaha...

Akhir dari post ini, beberapa tips untuk meminimalisir bahaya kejahatan, antara lain:
1. Jaga penampilan dan berpakaianlah yang simpel dan tidak ribet. Kejahatan rawan terjadi pada perempuan dengan pakaian yang panjang, ribet, atau berambut panjang. Selain itu pakaian yang simpel memudahkan kita melarikan diri.
2. Hindari lewat daerah asing sendirian, apalagi di waktu malam. Atau, kenali daerah yang rawan di lingkungan anda dan hindari akses ke sana.
3. Hindari nongkrong di tempat terbuka seperti pinggir jalan besar, lebih baik nongkrong di masjid atau di tempat-tempat dimana kita punya dukungan moril dan materiil, juga massa. Sekolah saja bisa di drop tawuran, apalagi Cuma pinggir jalan, kecuali kita punya massa cukup banyak yang diajak nongkrong, misalnya pas pengajian, atau selepas latihan karate.
4. Jaga perilaku, omongan, dan cari sebanyak mungkin teman. Hindari punya musuh. Salah satu trik untuk aman adalah dengan menjadi orang terkenal, jadi orang takkan salah sangka kita dikira orang lain.

Sumber: pengalaman pribadi dan obrolan kawan-kawan
Selengkapnya

Selasa, 20 Maret 2012

Makin Sendu Makin Disuka

Lagu sedih atau yang kita kenal sebagai lagu mendayu-dayu, dengan irama-irama minor yang seringkali menceritakan kisah sedih, biasanya lebih enak didengar. Ada juga lagu yang laris seperti lagunya Mariah Carey “I can’t Live Without You”. Lagu dari Josh Groban “You Raise Me Up”, atau lagu-lagunya Kitaro, meskipun tidak menjadi sangat populer namun mempunyai penggemar tersendiri. Penggemar lagu-lagu ini tergolong bukan maniak, tapi mempunyai kesan mendalam. Lagu Indonesia seperti lagu-lagunya Naff, Cokelat, Drive, dan lain-lain kebanyakan mempunyai irama sendu dengan bumbu konflik. Bahkan lagu rock atau heavy metal yang disukai orang pun bumbunya adalah nada sendu, kisah cinta tragis, atau konflik berisi konten emosional mendalam. Kesimpulannya, bukan lagu gembira yang menempati tangga nada teratas setiap tahun.

Bagaimana dengan lagu cinta? Lagunya Bruno Mars atau lagu-lagunya Westlife juga bukan lagu gembira. Nada-nadanya lebih ke arah sendu, mengalun, atau nge-bit dengan hentakan irama yang bisa membuat orang ingin ber-ajojing mengikuti irama. Perlu kita tahu bahwa bit atau hentakan adalah bentuk musik paling kuno yang paling ampuh mempengaruhi emosional manusia. Itulah kenapa kebanyakan lagu rap itu dibilang bagus, bukan hanya karena liriknya yang seperti puisi, tapi hentakannya sejak detik pertama sudah memikat. Lagu gembira yang seperti lagu anak-anak jarang kita temukan dalam industri musik modern (untuk orang dewasa).
Lagu mengalun seperti Celine Dion punya, atau lagu underground, heavy metal, sama-sama laris. Bahkan dangdut, laris karena dua hal, hentakan dan irama sendunya. Kalau mau diambil kesimpulan, setiap konten lagu yang bersifat emosional cenderung laris. Meskipun ada juga lagu yang sifatna komedi atau humor, namun tidak akan sepopuler atau selaris lagu sendu, sedih, atau emosional. Dari paragraf satu hingga tiga ini, pertanyaannya adalah mengapa?

Ternyata kaum ilmuwan juga tergelitik untuk meneliti popularitas sebuah lagu. Ternyata dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa pada saat mendengarkan musik, terutama dengan nada-nada tinggi dan konten emosional, otak manusia mengeluarkan senyawa dopamin. Senyawa neurotransmitter ini diproduksi juga pada saat manusia makan atau melakukan hubungan seks. Senyawa ini menyebabkan manusia merasakan suatu perasaan seperti saat mendapat pujian, menyukai sesuatu, senang, dan bersifat seperti candu. Kebanyakan senyawa neurotransmitter dalam otak mempunyai pengaruh zat aditif terhadap syaraf. Contohnya jika kita merasakan suatu sensasi petualangan yang menantang, maka kita akan ingin melakukannya lagi meskipun itu hal yang berbahaya. Sekali pernah terjun bungee jumping atau flying fox, pasti ingin lagi dan lagi. Lagipula, manusia adalah makhluk yang mudah merasakan empati, simpati, dan cenderung melakukan self-reference yaitu mencocokkan dengan dirinya sendiri. Ketika sebagian manusia pernah mengalami sesuatu yang bersifat emosional, maka jika ia bertemu cerita dari orang lain yang mengalami hal yang sama, ia seperti mendapat penguatan atas dirinya, “ah, aku juga mengalami itu lho..”. maka tak heran jika lagu cinta tragis, yang berkisah tentang pengkhianatan, kehilangan/ ditinggalkan, perselingkuhan, berisi kemarahan, dan konten-konten serupa akan laris dan disukai banyak orang sebagai gejala sosial.
Sumber:
http://www.scena.org/lsm/sm8-2/musique_biologie_en.htm
http://jakarta45.wordpress.com/2008/11/29/musik-pencerdas-bangsa/
http://www.psypost.org/2011/01/listening-music-dopamine-drugs-sex-3583
dan lain-lain...
Selengkapnya

Sebuah Cerita di Awal Bulan

Jidatku berkerut mendengar suara dari speaker Hpku. Sedetik rasanya ada semacam jarum, segede jarum goni mungkin, rasanya menusuk sesuatu di rongga dadaku. Ya, hatiku rasanya tertusuk, sakiiiittt..... tapi tak apalah. Aku menghibur diriku sendiri, kuumpamakan aku seperti Nabi Muhammad. Loh kok bisa? Ya bisa dong, jawabku pada diri sendiri.
“Dasar orang-orang sombong....mmmm, mungkin lebih tepatnya belagu”, pikirku.
Tapi aku juga tak bisa berbuat lebih jauh kecuali memaki-maki diriku selama dua setengah detik, lalu aku terduduk dalam tanya, kenapa memangnya aku merasa sakit hati? Aku tak harus begini atau begitu, dan keadaan juga tak mesti begini begitu? Tidak ada yang harus dipaksakan! Yang aneh itu kenapa dengan kejadian seperti ini saja aku sakit hati. Aku sakit? Ya, aku memang ‘sakit’. Gerutuku.

“Maaf mas, ibu-ibu di sekitar blok sini bilang, kalau senam tai chi itu tidak menarik. Soalnya terlalu lambat, tidak dapat keringat, dan lagi pusing mikirnya mau bergerak bagaimana. Mereka lebih suka senam aerobik yang biasa jingkrak-jingkrak itu, soalnya ibu-ibu di sini itu masih berjiwa muda..” Itu suara yang ku tangkap.
Hah? Tidak berkeringat? Aku ingin meletup-letup membela diri bahwa melakukan senam tai chi itu tetap basah (sekali lagi, basah!) berkeringat. Lambat bukan berarti tidak berkeringat. Mereka saja yang belum pernah tahu kok bisa-bisanya berkomentar.
Jujur saja, aku benci dengan senam aerobik. Entah kenapa, tapi jika ku coba uraikan, ada sih beberapa alasan, misalnya:
Senam aerobik itu kan cuma mengikuti instruktur yang di depannya. Lebih jelasnya lagi, instruktur bergerak semau-maunya sendiri, dengan irama yang ia pasang sendiri seolah bilang,”nih gua bergerak, lo mo ngikut mo kagak terserah lo deh!”
Terakhir kali aku ngeliat acara senam aerobik instrukturnya laki, tapi seksi abis dan maho-maho gitu, gerakannya gemulai macam patukan ular kobra. Sementara yang dibelakangnya ibu-ibu berpantat gede-gede yang ikut gedubrakan ke kiri dan ke kanan gak jelas, sama sekali gak hapal gerakan dan gak bisa nyamain ama yang di depan. Mereka lebih tepatnya disebut “bergerak tak karuan” dan dalam bahasa Jawanya “Keponthal-ponthal” alias Ebiet G. Ade bilang “tertatih-tatih”.
But they liked it...! they enjoyed it...!
(hwarakadah..!)

“Halo? Ya, gimana tanggapannya?”
Okeiii...... mungkin aku merasa sakit hati karena dibandingin dengan sesuatu yang menurutku incomparable begitu. Menurut pengalamanku, senam ‘aerobik’ bukanlah aerobik yang sesungguhnya. Setiap olahraga bisa saja dibilang aerobik. Tapi yang namanya ‘aerob’ itu kan menggunakan napas. Sedangkan olahraga napas yang aku pernah geluti baik itu tenaga dalam, meditasi, yoga, ataupun sekarang ini tai chi, memberikan porsi napas/ oksigen yang optimal untuk tubuh, dibandingkan senam jingkrak-jingkrak. Apalagi reputasiku sebagai penderita sakit jantung sejak umur 24 tahun memberiku pengalaman buruk soal senam loncat-loncat itu. Pendek kata, senam aerobik bukanlah aerob yang sesungguhnya. But tai chi is..!
Juga, aku berpikir, kiranya ada yang menolak tai chi – biasanya – karena tidak tertarik. Tai chi identik dengan senamnya orang tua, sedangkan para ibu-ibu masih berjiwa muda, gak mau kalah ama anak-anaknya yang sudah bisa bikin anak, masih pengen “yhang-yhangan” sehingga masih pengen kelihatan cantik di mata suaminya, dan atau sehingga, suaminya tidak melirik tetangganya yang masih muda atau anak SMA seberang jalan.
Ttapi yang edan mungkin bukan mereka, melainkan aku.
Aku menganggap diriku seperrti Kanjeng Nabi Muhammad SAW, berdakwah trus ditolak saja beliau bisa sakit hati, sampai-sampai Allah SWT berulangkali harus mengelus-elus kepala utusanNya itu (baca: menghibur) dengan ayat-ayat dalam Al Quran yang berpesan “Jangan sakit hati lah...”.
Aku? Menawarkan senam tai chi? Untuk apa?
Tiba-tiba aku teringat Kanjeng Nabi pernah berpesan,”Jangan kamu menolak memberi ilmu pada orang yang membutuhkan, karena itu perbuatan dzolim. Jangan pula memberi ilmu pada orang yang tidak membutuhkan, karena itu juga dzolim.”
Ya, itu dzolim pada diri sendiri. Makanya jaman dulu guru itu harus mengetes dulu calon muridnya beneran serius apa nggak, kalau nggak mendingan pergi daripada bikin si guru buang-buang energi.
Untuk apa aku sakit hati karena apa yang kupahami disalah artikan orang lain? Tapi memang menyebalkan kok, ya sudah... tidak perlu ada pembalasan. Aku hanya tak mau lagi berurusan dengan mereka. Inilah kenapa aku tidak mau jadi pedagang seperti bapakku, karena aku lebih suka menjalin silaturahmi. Kalau aku jadi pedagang sudah banyak pasti aku memutus silaturahmi karena melihat muka orang yang pernah menolakku bisa membuatku serasa dikeloni anaconda...hiiii....
Selengkapnya

Rabu, 14 Maret 2012

TIPS BELADIRI: Menghadapi 7 Macam Lawan yang Berbeda.

Beladiri adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi bahaya. Ada beberapa macam kondisi bahaya misalnya perkelahian, aksi kejahatan, kecelakaan, ataupun serangan binatang buas. Beladiri mengajari kita supaya tidak terluka saat kondisi yang memungkinkan kita terluka atau celaka. Namun utamanya dalam menghadapi bahaya dari sesama manusia, kita harus mengenali bahwa ada tujuh macam lawan yang berbeda dalam kondisi bahaya. Karenanya, prinsip kebaikan bersama, kebijaksanaan, dan cinta kasih harus pula diutamakan.

Sebelum mengenal yang namanya “lawan”, kita harus mengerti perbedaan antara lawan dengan “musuh”. Sebab sejatinya musuh itu tidak ada. Siapapun yang ‘berlawanan’ dengan kita disebut lawan, tapi musuh itu hanyalah ilusi saja. Musuh bukanlah orang yang jahat, bukan orang yang menyakiti, bukan juga orang yang berbeda dengan kita. Nyatanya kitalah yang menciptakan musuh itu sendiri dalam pikiran kita, menentukan apakah seseorang mau dimusuhi atau tidak. Untuk bisa membela diri dengan baik, pikiran harus bersih dari kata “musuh” dan ganti dengan “lawan”.
Berikut ini penjelasan maupun tips menghadapi tujuh macam lawan yang berbeda:

1. Orang Iseng
Orang iseng artinya coba-coba, menjajal kemampuan kita atau mungkin sedang bad mood lalu pengen melampiaskan kegalauannya dengan menyakiti kita. Jika orang ini iseng karena dia pengen menjajaki diri kita, maka kita boleh “bermain-main” dengannya. Tapi jika keisengannya itu karena kondisi jiwa yang berkobar, kalahkan dia secepat mungkin dengan teknik kuncian atau serangan kejut (shocking strike) untuk membuatnya hormat atau setidaknya menghentikan niatnya berkelahi. Sekedar tamparan di pipi kadang efektif untuk menunjukkan bahwa kita tidak main-main.

2. Orang Marah
Orang marah bisa karena memang kita yang salah atau karena salah paham. Bila kita tersangkut masalah juga bisa dianggap salah paham. Intinya, hentikan serangannya dengan teknik kuncian sehingga kita ada kesempatan untuk bicara dan menenangkan kondisi. Jika tidak bisa, bikin saja pingsan lalu kita tolong agar ada kesempatan ngomong. Tapi jika orangnya memilih untuk dendam dan memusuhi kita, kita cukup menghentikan serangannya, membuat dia (dan orang lainnya) melihat bahwa kita punya niat baik, sekaligus punya kekuatan. Biarkan dia pergi untuk menenangkan diri.

3. Orang Gila
Orang gila mengamuk tanpa kejelasan, gerakannya ngawur, bertenaga, tapi tak terarah. Berdasarkan situasinya jika memang membahayakan, akhiri perlawanan secepat mungkin atau tinggal lari saja. Ingat, jangan menyakiti dengan menyerang titik vital apalagi yang bisa membunuh. Gunakan saja teknik bertahan atau teknik melumpuhkan.

4. Orang Mabuk
Pada dasarnya ada tiga type aksi beladiri, yaitu menghentikan, melumpuhkan, dan menghancurkan. Untuk orang mabuk, lawan bisa menjadi gabungan dari orang marah, orang gila, dan kadang orang jahat juga. karena itu kita harus jeli mengamati perkelahian yang akan terjadi itu karena orang mabuk yang marah atau memang punya niat berbuat jahat seperti ngompas atau memperkosa. Kalau dia hanya marah, lumpuhkan saja dengan teknik kuncian (orang mabuk sukar dibuat pingsan), lalu taruh di tempat yang kira-kira menahannya dalam waktu agak lama. Syukur bisa sampai dia sadar atau minimal sekedar kita melarikan diri darinya.

5. Orang Jahat
Orang jahat pun ada beberapa macam, minimalnya jahat ringan, dan jahat sekaligus fatal. Penjambret, penodong di jalanan, termasuk jahat ringan, kita bisa saja memberikan apa yang dia mau (uang, makanan) agar dia melepaskan kita. Tapi jika sudah diberi masih mau lebih atau memang kurangajar (pengen mencium,dst), lumpuhkan secepat mungkin. Jangan lupa segera pergi dari sana sebelum kawan-kawannya datang.
Penjahat fatal misalnya teroris, penculik, penyandera dalam perampokan, dan semacamnya. Mereka berkesempatan membunuh kita dan sepertinya tidak ragu untuk itu. Jika terjebak dalam situasi ini, lihat dulu kondisi. Kalau cuma satu orang kita boleh menggunakan teknik mematikan untuk melumpuhkan bahkan menghancurkan. Tapi kalau banyak orang yang tak bisa kita kalahkan sendiri, tunggu saat yang tepat untuk menyerang lalu lari.

6. Orang Nekad
Orang nekad sebenarnya bukan pemberani, tapi menjadi berani karena suatu alasan. Kembalikan rasa takutnya dengan menghentikan serangannya. Ancam balik, dan jika masih nekad lumpuhkan lalu teruskan dengan intimidasi untuk membuatnya jera. Namun jika situasinya bisa berubah sewaktu-waktu, persingkat semuanya sebelum ada banyak yang ikut campur.

7. Orang Banyak dan kurang ajar (beraninya keroyokan)
Kadang ada orang yang dendam pada kita lalu mau mengeroyok. Atau, kita terjebak di situasi dimana satu kumpulan mengancam kita karena hal kecil seperti misalnya kita dianggap tidak sopan. Jika bicara/ diplomasi sudah tidak berfungsi, maka yang pertama dihajar adalah yang terkuat di situ. Namun jika terlanjur dikepung, hajar mulai dari yang dibelakang kita atau dari sisi yang tidak diduga. Pengalaman menghadapi pengepungan juga akan menentukan strategi yang akan kita gunakan. Yang jelas, selesaikan masalah secepat mungkin, jangan terjebak untuk meladeni permainan mereka. Lumpuhkan yang terkuat dan intimidasi yang lain, atau setidaknya lumpuhkan sebagian dari mereka.

Begitulah beberapa tips tentang kondisi darurat perkelahian. Tapi selain itu ada prinsip dasar yang kita semua harus amalkan yaitu:
1. Ketenangan daripada keberingasan
2. Terhormat daripada menakutkan
3. Ngalah, ngalih, ngamuk (mengalah, menghindar, baru mengamuk)
4. Hindari masalah, atau selesaikan secepat mungkin.

Semoga berguna.
Selengkapnya

Mengapa Orang Zaman Dulu Sehat-Sehat?

Kebiasaan Baik yang Hilang
Ada banyak kebiasaan orang zaman dahulu yang mulai ditinggalkan orang modern. Padahal kebiasaan itu menyebabkan sehatnya jiwa dan raga.

1. Berjalan kaki
Berjalan kaki mengalirkan darah lebih baik ke seluruh tubuh, memberi tekanan pada tulang sehingga memperpadat dan menjaganya dari keropos. Selain itu, dengan tanpa alas kaki (atau alas kaki yang tipis) akan mengakses titik-titik meridian di kaki, memberi efek pijatan seperti akupressur atau pijat, menyehatkan syaraf.
Berjalan kaki juga membuat orang lebih sabar karena terbiasa menempuh jarak panjang dengan waktu lama. Membuat mata lebih sehat karena lebih berkesempatan menikmati pemandangan, melihat dekat-jauh bergantian, dan membiasakan bahwa semua hal ada prosesnya langkah demi langkah. Pengaruh jalan kaki bukan hanya fisiologis tapi juga psikologis.
2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik seperti berladang, mencari kayu, memperbaiki genteng, dan lainnya adalah aktivitas membakar kalori. Orang kota biasanya tidak mau repot lalu menyewa tukang untuk melakukan semua aktivitas fisik seperti membersihkan taman, dsb. Padahal membakar kalori membuat kita makin berenergi, stamina terjaga, terhindar dari penumpukan racun dan lemak di jaringan tubuh, serta mengurangi resiko penyakit jantung koroner dan diabetes. Tubuh manusia diciptakan untuk bergerak, karena dengan bergerak oksigen akan terserap secara optimal, pembakaran lebih sempurna sehingga metabolisme energi lebih baik.
3. Makan Makanan Alami
Makanan zaman dulu tidak mengandung zat aditif (pengawet, MSG, pewarna, gula sintetis) ataupun pestisida sistemik. Banyak orang modern sakit stroke atau diabetes meskipun orang miskin dan jarang makan enak (berkolesterol). Sebabnya ialah penumpukan zat-zat racun dalam tubuh yang tidak terurai, menyumbat aliran darah, merusak syaraf atau jaringan tubuh. Sementara, makanan alami berupa sayuran, buah, ikan dan daging tanpa obat-obatan (ikan laut, ayam kampung) lebih baik. Sayangnya di zaman modern ini sulit mencari makanan tanpa kimia (organik). Padahal sayur dan buah mengandung banyak vitamin dan mineral serta antioksidan untuk menjaga kondisi jaringan tubuh.

4. Gaya Hidup Teratur
Bangun di pagi hari, bekerja hingga siang, makan teratur, istirahat di sore hari, berada di rumah menjelang malam hingga tidur. Keteraturan itu sangat berpengaruh bagi kondisi fisik sebab fisik punya tahapan sebagaimana siang dan malam. Ada masanya bekerja dan masanya beristirahat. Kehidupan modern memaksa manusia mengabaikan fisiknya dan beraktifitas diluar kondisi alami. Akibatnya muncullah sakit maag, insomnia, darah rendah dan tekanan darah tinggi, serta penurunan fungsi syaraf. Tubuh memang akan menyesuaikan, namun jika tidak teratur, maka metabolisme tubuh pun menjadi kacau sehingga berbagai masalah kesehatan muncul.
5. Paguyuban dan Kekeluargaan
Maksudnya adalah berada dalam masyarakat yang guyub rukun dan bersifat kekeluargaan. Gaya hidup tradisional adalah mencari kebaikan bersama sehingga apa yang tidak baik untuk banyak orang akan disikapi sebagai ancaman bersama, dibahas bersama, lalu ditangani bersama. Sementara dalam kehidupan modern yang cenderung hedonis, setiap orang menjadi tidak peduli dengan masalah orang lain. Selain menyebabkan kesepian, hal ini menjadikan ketentraman jiwa berkurang, didominasi oleh agresi, ketakutan (yang memunculkan daya bertahan hidup) dan was-was/ kecurigaan, emosi, dan yang paling jelek adalah “susah melihat orang senang, senang melihat orang susah”. Yang terakhir, adalah termasuk penyakit kejiwaan.

6. Nilai-Nilai Religius
Ketika manusia merasa terpojok dalam kehidupan, tiada jalan keluar, maka religiusitas adalah kuncinya. Berbeda dengan pandangan kaum atheis yang menganggap agama adalah cara manusia melarikan diri dari ketidakmampuannya, dalam dunia religius manusia adalah makhluk yang mempunyai segala kekuatan. Namun ia perlu juga beristirahat dan perlu tahu arah hidup yang benar agar tidak ‘tersesat’. Kondisi tersesat dalam kehidupan modern ditandai dengan kehancuran kondisi kejiwaan karena kesalahan persepsi dan kelelahan psikis. Misalnya, menganggap bahwa hidup semata-mata mencari uang/ harta. Pencapaian yang selalu tidak sempurna (karena juga tidak terbiasa bersyukur alias merasa puas) menyebabkan seolah minum air tapi makin haus. Ingin lagi dan lagi. Kegelisahan bukan menjadi reda tapi justru makin besar.
Nilai religius muncul dalam banyak bentuk, yang intinya mengarahkan manusia pada tujuan yang lebih agung daripada keduniawian saja. Religiusitas membuat manusia mempunyai makna dalam kehidupan, sehingga merasa yang dilakukan adalah positif, memberinya arah dan menghindarkan dari kebingungan. Contoh religiusias misalnya prinsip hidup seperti Bushido, Konfusianisme, taoisme, ataupun agama dan berbagai aliran kepercayaan yang merupakan kebijaksanaan lokal (local wisdom).
Selengkapnya

Mengakali Psikotes, Haruskah? Bolehkah? Atau Bisakah?


Sebagai sarjana psikologi, yang ingin saya paparkan pertama kali adalah kesalahpahaman masyarakat terhadap psikotes dan dunia psikologi itu sendiri. Psikotes atau tes psikologis sering dianggap sebagai momok yang menakutkan dan menjengkelkan, kiranya menyenangkan bila tak usah ada. Psikotes sering dianggap sebagai penghambat atau penghalang seseorang untuk masuk ke suatu tempat baik itu sekolah ataupun perusahaan tertentu. Kadang orang menganggap dirinya pintar atau skillfull tetapi kok tidak bisa masuk ya? Gagal karena psikotes. Imbasnya juga mengenai orang yang berhubungan dengan psikotes atau psikologi, misalnya HRD akan menjadi ‘musuh’ orang banyak dalam sebuah perusahaan, kecuali mungkin atasannya.
Ada suatu kejadian yang saya kutip di sini. Waktu penyelenggaraan psikotes sebuah perusaah tingkat nasional di UII, ada dua orang peserta yang mangkir dan kabur sebelum tes berakhir. Keduanya setelah dicek mengantongi gelar sarjana teknik dengan IPK yang cukup tinggi. Sepintas bisa dianggap bahwa keduanya adalah orang-orang skillfull dan pandai. Tapi, kemudian salah satu atasan kami (beliau bukan HRD) berkata, “Huh, sama psikotes aja mangkir.... gimana sama manajemen..?”


Hal itu saya ingat terus untuk menunjukkan relasi dan hukum kesamaan antara sikap terhadap psikotes sebagai aturan manajemen dengan manajemen perusahaan itu sendiri. Banyak orang menganggap bahwa yang paling penting adalah seseorang itu berkeahlian, tidak perlu lagi di tes yang gak ada hubungannya dengan keahlian seperti tes psikologis. Tapi tidak begitu pandangan manajerial dan kaum psikolog sendiri.
Terus terang saja, orang pengen diterima kerja ketika melamar ke suatu perusahaan. Atau pengen masuk ke sekolah atau jurusan tertentu. Kemudian ketika hasil psikotes mengatakan tidak, maka psikotes dianggap penjahat,”huh..gara-gara kamu aku gak jadi diterima!”
Karena itulah kemudian banyak yang mencoba mengakali, bisakah saya lolos psikotes?
Psikotes tidak dibuat untuk keberuntungan seperti soal pilihan ganda. Psikotes adalah untuk melihat kondisi dan potensi dasar diri seseorang. Sehingga pihak psikolog bisa merumuskan apakah orang ini cocok untuk suatu jenis pekerjaan atau tidak. Banyak yang menyanggah hal ini dengan mengatakan, bagaimana mungkin psikolog – orang yang asing – tahu tentang saya padahal tidak kenal? Lha wong orang yang berteman dengan saya bertahun-tahun saja tetap tidak mengetahui seperti apa saya yang sebenarnya?
Psikologi bukan ilmu tebak-tebakan, bukan ilmu ramal-meramal atau sifat berdasar shio dan zodiac. Tapi ilmu ilmiah berdasar penelitian, pengamatan mendalam, dan berbagai eksperimen seperti ilmu geologi atau kimia. Ilmu kimia saja bisa meramalkan kalau polusi udara bisa menyebabkan hujan asam, padahal tak ada yang tahu siapa yang membuang asam di langit. Apalagi psikologi. Ucapan sanggahan seperti itu adalah karena emosionalitas pribadi masing-masing yang tak rela jika dirinya diketahui, baik karena orangnya bersifat tertutup atau punya ketidaknyamanan tersendiri jika diketahui orang lain. Percaya tak percaya, psikotes mengungkap keadaan diri seseorang meskipun orang itu ngawur dalam mengerjakannya.
Coba kita lihat contoh psikotes misalnya tes menggambar pohon. Tes ini banyak dipakai untuk melihat kondisi diri seseorang mulai dari kecerdasannya hingga apakah ada masalah kejiwaan. Dalam tes ini kita disuruh menggambar pohon berkayu. Artinya pohon yang tidak menghasilkan kayu seperti pohon pisang, pepaya, atau pohon cabai tidak boleh digambar. Tapi ada beberapa pengecualian yaitu menggambar pohon beringin/ randu, cemara/ pinus (dan familinya), kelapa/ pinang (palm, termasuk kurma dsb.), bambu/ tebu dan rumput-rumputan, dan perdu/ sesemakan, termasuk pohon bakau. Darimana logikanya? Kenapa harus pohon berkayu sementara pohon berkayu sering tumbang kena angin, sedang pohon pisang lebih kuat menahan angin? Pertanyaan itu saya dapat dari seorang teman yang juga menghadapi tes ini.
Kalau boleh dijelaskan, tes pohon ini akan memaksa secara halus manusia menampilkan keadaan dirinya. Hampir sama dengan tes menggambar orang. Berlawanan dengan itu, manusia seringkali menutup sebagian sisi dirinya. Jadi secara gampang, bagian-bagian dari pohon akan menunjukkan aspek-aspek kepribadian kita. Sehingga pohon-pohon tertentu yang tidak memiliki bagian-bagian yang ada aspeknya itu dilarang digambar. Contoh saja (semoga teman-teman psikolog tidak keberatan), orang lebih suka menggambar pohon beringin (bentuk seperti lambang partai G*lk*r) atau pohon cemara karena tidak perlu menggambar detail cabang dan daunnya. Ini menunjukkan orang memang cenderung menutupi diri, atau kurang kemauan berusahanya. Padahal setiap bagian dari pohon ada interpretasinya. Dengan menggambar pohon sesuai instruksi, orang akan ‘menelanjangkan diri’ dan bisa diungkap secara detail. Meski tak sebegitunya detail, sebenarnya.


Nah, kemudian apakah bisa kita mengakali psikotes agar dianggap baik atau memenuhi syarat lalu diterima di sekolah/ perusahaan idaman? Itu menipu, namanya.
Pengalaman saya mengatakan tidak ada hasil tes yang menunjukkan bahwa orang itu terlalu buruk atau terlalu baik. Lagipula psikologi tidak berhubungan dengan nilai baik-buruk, tapi kondisi yang variatif. Kecenderunganlah yang dilihat, condong ke mana, ke bagian ini atau itu, jadi staff biasa atau mampu jadi staff kepala. Makanya dalam psikotes (dan kondisi apapun) kita harus menampilkan diri yang terbaik, membiasakan diri punya sifat baik seperti sabar, bertanggung jawab, bersemangat, dll. Lalu dalam tes harus kondisi prima, tidak kelelahan, sakit, atau ngantuk berat.
Psikolog yang sudah berpengalaman akan bisa melihat apakah hasil tes itu jujur, ngawur, ataupun pura-pura. Makanya kita tidak bisa mengatakan, supaya lolos psikotes harus menggambar pohon dengan batang yang begini, daun yang begitu, atau akar yang bagaimana lagi. Sebab sesuatu yang tidak alami akan nampak dari hasil goresan kita, dan itu ada interpretasinya lagi. Bagaimana kalau diinterpretasi bahwa kita suka menipu?
Pengalaman berkecimpung dalam psikotes membuat saya melihat lebih jujur tentang diri sendiri, seperti melihat kebanyakan orang yang kuat keinginannya tanpa melihat apakah dia mampu atau tidak, atau melihat orang-orang yang mengedepankan rasionalitas padahal tindakannya emosional. Banyak juga yang merasa pintar dan berkeahlian makanya menganggap toleransi, tepa selira, empati, kesabaran, dan kebaikan itu tidak penting. Padahal yang dicari perusahaan adalah orang yang setia, bisa berkerja mandiri ataupun berkelompok, jujur, rajin, dan mampu bekerja keras.
Bagaimana dengan IPK/ nilai? Itu cuma persyaratan saja.
Bisakah saya mengakali psikotes? Mungkin, jika tahu seluk beluknya.
Bolehkah itu? Sebaiknya tidak, kecuali jika kita tidak percaya pada Tuhan dan Hari Pembalasan.
Selengkapnya

Entri Populer